Minggu, 06 Oktober 2013

Adat istiadat dalam keluarga




1.      Teori

Menurut Ensiklopedi Indonesia, adat disebut juga urf atau sesuatu yang dikenal, diketahui dan diulang-ulang serta menjadi kebiasaan di dalam masyarakat.
Dilihat dari ajaran Islam, adat itu ada yang baik dan ada pula yang buruk. Adat yang buruk contohnya menyuguhkan minuman keras kepada tamu-tamu di dalam pesta. Bagi umat Islam, adat dapat menjadi sumber hukum apabila memenuhi tiga persyaratan yaitu:
1. Tidak berlawanan dengan dalil yang tegas dalam Alquran atau hadis yang shahih.
2. Telah menjadi kebiasaan yang terus menerus berlaku dalam masyarakat.
3. Menjadi kebiasaan masyarakat pada umumnya.
Hadis dari Ibnu Abbas: “Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam, maka pada sisi Allah juga baik.
Berbeda dengan terminologi Islam, bagi orang Minang adat itu baik semuanya. Orang Minang akan marah bila disebut tak beradat.
Pada waktu hukum adat masih dipegang teguh maka anggota masyarakat yang melanggar adat akan dihukum dengan cara dicemooh dan dikucilkan.
Adat yang sebenarnya adat
adalah adat yang tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan, dipindah tidak layu, dibasuh habis air.
Artinya, semua ketetapan yang ada di alam ini memiliki sifat-sifat yang tak akan berubah, contohnya hutan gundul menjadi penyebab banjir, kejahatan pasti akan mendapat hukuman, kebaikan akan membuahkan kebahagiaan, dan seterusnya.
Adat yang diadatkan
ialah semua ketentuan yang berlaku di dalam masyarakat.
Ketentuan-ketentuan ini dikodifikasikan oleh Datuk Nan Duo berdasarkan sifat benda-benda di alam.
Gunanya untuk mengatur kehidupan bermasyarakat dalam hal ketertiban, perekonomian, dan sosial budaya.
Yang lumpuh penunggu rumah, yang kuat pengangkat beban, yang pandai lawan bicara atau The right man on the right place.
Adat yang teradat
yaitu aturan yang terbentuk berdasarkan musyawarah.
Setiap kelompok masyarakat memiliki aturan dan tata cara yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.
Perubahan aturan juga dimungkinkan berdasarkan musyawarah Bulat air karena (pem)buluh, bulat kata karena mufakat.
Sarana untuk melaksanakan musyawarah di ranah Minang disebut Kerapatan Adat Negari (KAN).
Kelompok masyarakat Minangkabau di perantauan ada yang membuat aturan bersama dalam pelaksanaan pesta perkawinan, acara kematian, perekonomian dan sebagainya.
Semua aturan ini bisa berubah ibarat tanaman, patah tumbuh hilang berganti.
Adat-istiadat
merupakan kebiasaan atau kesukaan masyarakat setempat ketika melaksanakan pesta, berkesenian, hiburan, berpakaian, olah raga, dsb.
Terwujudnya adat-istiadat ini diibaratkan menanam tumbuhan yang tidak terlalu kuat pohonnya seperti kacang panjang dan lada, gadangnyo diambak tingginya dianjuang.
Kacang panjang atau lada menjadi kuat batangnya hanya jika tanah di sekitarnya selalu (digemburkan) sehingga kandungan oksigen dalam tanah lebih banyak dan akarnya mudah menembus tanah.
Pohon dapat berdiri tegak dan makin tinggi jika diberi kayu anjungan.
Pada saat orang lupa mengambak dan mengajung, maka tumbuhan menjadi kerdil atau mati sama sekali.
Demikian pula pelaksanaan adat-istiadat ini di tengah-tengah masyarakat.
Catatan :
A- Dua yang tersebut di atas yaitu "adat yang sebenarnya adat" dan "adat yang diadatkan" merupakan "adat yang berbuhul (ikatan) mati", sepanjang zaman tidak dapat diubah, tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan.
Dalam percakapan sehari-hari disebut sebagai "adat".
B- "Adat yang teradat" dan "adat-istiadat" merupakan "adat yang berbuhul sentak" (longgar ikatannya), dapat berubah-ubah dan disebut sebagai "istiadat".

2.    Kasus/Artikel

Atas dasar teori yang ada maka masalah dirumuskan adalah Bagaimana adat dan istiadat yang berlaku dikeluarga saya.

3.    Analisis

                 Saya dan keluarga menganut agama islam, dimana bagi setiap umat islam di seluruh dunia, hari raya Idul Fitri merupakan hari besar yang sangat ditunggu-tunggu dan sangat menggembirakan, karena pada hari itu, semua manusia kembali suci seperti saat dilahirkan ke dunia, di hari itu pula terdapat suatu kebiasaan bagi semua manusia untuk saling meminta dan memberi maaf, begitu pula di keluarga saya, pada hari Idul Fitri setelah melaksanakan sholat Ied di masjid, kami selalu berkumpul di rumah dan melakukan kegiatan saling bemaaf-maafan, dimana kegiatan ini di mulai dari anak yang paling tua meminta maaf kepada kedua orang tua dan dilanjutkan oleh anak kedua dan seterusnya yang juga meminta maaf kepada kedua orang tua dan saudara, selesai saling bermaaf-maafan lalu kami menyantap makanan khas hari raya yang telah dipersiapkan sebelum sholat ied. Selesai makan kami berkunjung ke rumah sanak saudara terdekat, dimulai dari rumah om saya yang merupakan kakak tertua dari mamah, disana kami pun saling bermaaf-maafa dan bercengkramah sambil menikmati hidangan yang disediakan, kegiatan saling bermaaf-maafan dan silaturahmi dengan keluarga merupakan hal yang penting dan selalu dilakukan oleh keluarga saya, sehingga hal ini pun telah menjadi adat istiadat dalam keluarga saya dan satu lagi, kegiatan memberikan uang saat lebaran juga di hal yang paling ditunggu oleh anak-anak kecil dan anak remaja di keluarga saya yang belum menikah

4. Referensi
http://antoniusgunadarma.blogspot.com/2013/10/penjelasan-mengenai-adat-istiadat-dalam.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar